Breaking News

Menu

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Selasa, 30 Agustus 2011

Madzhab Sahabi

BAB I
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugasnya sesuai dengan apa yang penulis harapakan. Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, yang tentunya merupakan satu-satunya nabi yang dapat member syafaat kepada umat manusia. Dan mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan syafaat. Amin……….
Dalam kesempatan ini saya akan membahas tentang sesuatu yang berkaitan dengan metode memproduk hukum islam, yang selama ini kita ketahui bahwa para ulama’ dalam setiap mengeluarkan produk hukum pasti menggunakan metode yang berbeda-beda. Meskipun para ulama’ berbeda dalam metode yang mereka gunakan, tetapi yang menjadi sumber utama tetap sama yaitu Al-qur’an dan As-sunnah.
    Salah satu metode yang di gunakan oleh para ulama’ yaitu Madzhab Shahabi. Yang merupakan salah satu dari sekian metode yang telah digunakan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang Madzhab Shahabi ini meliputi dari segi pengertian dan dari segi kehujahannya.








BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian madzhab sahabi
Yang dimaksut Madzhab Shahabi adalah perkataan sahabat Rasulullah saw, mengenai suatu masalah yang hukumnya tidak didapatkan dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah.
Sedangkan pengertian shahabat sendiri terdapat beberapa pengertian diantaranya: jumhur usulaini mengartikan sahabat adalah orang mukmin yang bertemu atau bersama nabi saw, dalam jangka waktu yang panjang  . Menurut ulama’ muhadisin sahabat adalah orang muslim yang bertemu nabi saw, dan mati dalam keadaan islam baik dalam jangka waktu yang panjang maupun tidak . Ada juga yang mengartikan sahabat adalah setiap orang yang hidup bersama Rasulullah saw, dalam jangka waktu yang lama serta menimba ilmu dari beliau dan mengikuti sunnahnya   misalnya Abu Bakar Siddiq, Umar Bin Khottob, Ali, Abdullah Ibnu Umar ra, Aisyah, dan yang lainnya.
    Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dinamakan sahabat adalah orang-orang islam lagi mukmin yang bertemu (hudup) bersama Rasulullah saw, dalam jangka waktu yang lama serta menimba ilmu dari Nabi dan meninggal dalam keadaan islam.
2.    Kehujjahan Madzhab Shahabi
Yang dimaksud kehujjahan disini adalah kekuatan yang mengikat untuk dijalankan oleh umat islam. Para ulma’ berbeda pendapat mengenai kehujjahan madzhab sahabi bagi orang lain yang selain sahabat (generasi sesudah nabi), tabi’ian dan tabi’ tabi’in (generasi sedudah tabi’in dan generasi berikutnya.
Perbedaan tersebut dikemukakan oleh beberapa ulama’ diataranya:
a.    Ulama’ kalam Asy-‘Ariyah, Muktajilah, Imama Syafi’i dalam satu qaulnya, Ahmad dalam satu riwayatnya dan Al-Karakhi dari ulama’ malikiah. Mereka mengatakan bahwa pendapat shahabat yang berasal dari ijtihadnya tidaklah menjadi hujjah dalam hukum islam . Mereka mengemukakan argumen sebagia berikut:
1.    Firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 59.
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُول  
jika kamu berselisih pendapat kembalika lah kepada Allah dan Rasull (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
    Dalam ayat ini terdapat penjelasan mengenai perintah Allah untuk mengembalikan urusan kepada Allah dan Rasul jika terdapat perselisihan pendapat. Seandainya boleh mengamnbil pendapat shahabat, tentu Allah akan menyuruh ummat untuk berbuat demikian  
b.    Para ulama’ yang bependapat bahwa pendapat sahabat itu menjadi hujjah secara mutlak diantaranya yaitu: Hanafiah, Hambali, dan Maliki  argumen yang mereka gunakan yaitu:
1.    Firman Allah dalam Surat Ali ‘Imran ayat 110
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوف
Kamu adalah ummat terbaik yang dikeluarkan kepada manusia, menyuruh berbuat ma’ruf.
Ayat ini merupakan khitab yang diarahkan pada ummat yang menjelaskan bahwa apa yang disuruh sahabat itu adalah ma’ruf sedangkan berbuat yang ma’ruf itu wajib hukumnya.
2.    Sabda Nabi
اصحا بى كا النجوم بأيهم اقتديتم اهتديتم
    Para sahabatku adalah laksana bintang gemintang, siapapun yang kamu ikuti kamu akan mendapat petunjuk.
    Hadits ini mengisyaratkan untuk mengikuti apa yang diberikan oleh sahabat nabi. Hal ini menunjukkan kehujahan pendapat yang disampaikan oleh sahabat.
c.    Pendapat kalangan ulama’ yang tidak bersikap secara mutlak (pasti) dalam menerima atau menolak pendapat shahabat; artinya menerima dalam bentuk tertentu dan menolak yang lainnya. Rincian pendapat mereka adalah sebagai berikut:
1.    Pendapat sahabat bisa dijadikan hujjah apabila pendapat tersebut bertentangan dengan qiyas . Alasannya adalah  seperti yang dikemukakan oleh Al-Mahalli, bahwa para sahabat itu bisa beramal dengan qiyas , kecuali bila menemukan dalil lain yang lebih kuat yang mendorongnya untuk tidak menggunakan qiyas, baik dalam bentuk nash, maukupun dalam bentuk ijma’. Bila pendapatnya dengan qiyas, maka kemungkinan pendapatnya berlandaskan qiyas. Dalam keadaan ini, maka qiyas inilah yang menjadi hujjah, dan bukan pendapat pribadi sahabat tersebut .
2.    Pendapat sahabat yang didukung oleh qiyas maka dapat menjadi hujjah, karena pendapat tersebut mendapat kekuatan oleh kesamaan dengan qiyas.
3.    Pendapat sahabat dapat menjadi hujjah bila pendapatnya itu telah tersebar luas dan tidak ada pendapat lain yang menyanggahnya.
Dikalangan ulama’ yang menerima kehujahan pendapat shahabat secara mutlak terdapat perbedaan dalam menempatkannya bila berhadapan dengan qiyas:
1.    Sebagian ulama’ berpendapat bahwa pendapat sahabat itu menjadi hujjah dan berada diatas qiyas, sehingga jika terjadi perbenturan diantara keduanya, maka pendapat sahabat yang harus diunggulkan.
2.    Sebagian ulama’ yang lain mengatakan bahwa pendapat sahabat itu menjadi hujjah akan tetapi kedudukannya di bawah qiyas. Sehingga jika terjadi perbenturan, maka harus didahulukan qiyas atas pendapat sahabat.
KESIMPULAN
Dari penjelasan mengenai madzhab shahabi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan dengan madzhab shahabi adalah perkataan shahabat Rasulullah saw, mengenai suatu masalah yang hukumnya tidak didapatkan dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah. Dan mengenai kehujahannya terdapat sebagian ulama’ yang menerima madzhab shahabi dijadikan hujjah secara mutlak, dan ada juga sebagian ulama’ yang menolak atas kehujjan madzhab shahabi. Dan mungkin berbedaan tersebut sangatlah wajar karena dilihat dari persepektif sudut pandang yang berbeda-beda dan tentunya dengan alasan yang berbeda-beda pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  • To add an Emoticons Show Icons
  • To add code Use [pre]code here[/pre]
  • To add an Image Use [img]IMAGE-URL-HERE[/img]
  • To add Youtube video just paste a video link like http://www.youtube.com/watch?v=0x_gnfpL3RM